Sabtu, 16 Oktober 2010

Kembali Ke Alam

Sederhana. Kembali Ke Alam. Tetapi mudahkan ini dilakukan.
Tetapi bagaimana bila yang mau di kembalikan ke alam adalah sesuatu yang sangat berharga. Adakah yang mau melakukannya. Atau mungkinkah dia mampu bertahan bahkan berkembang.


Di Bali dilepaskan Jalak Putih, atau yang lebih dikenal dengan nama Jalak Bali (Leocopsar rothschildi).Seperti yang ddisampaikan kepala Taman Nasional Bali Barat, Drs. BAmbang Darmaja. Bahwa, sepuluh ekor jalak putik hasil penangkaran di lepasakan. 


Di Kalimanta Barat, beberapa desa juga melakan hal yang hampir mirip. Tetapi dengan spesies yang berbeda. Ikan Siluk, atau yang juga dikenal dengan ikan naga. 

Siluk merah meruapakan salah satu spesies endemik Kalimantan Barat, yang semakin berkurang populasi alamnya. Dengan harga jual yang cukup menggiurkan, ikan siluk diburu secara besar besar sejak periode 80-an hingga kini. Walaupun juga telah banyak dilakukan penangkaran ikan siluk. 

Setidaknya tiga desa di Kabupaten Kapuas Hulu, telah melepas liaran ikan ikan eksotik ini. Ikan ikan ini dilepaskan ke danau danau lindung yang selain dilindungi dengan adat istiadat yang kuat, juga dengan peraturan daerah ayng diterbitkan Bupati setempat. Ketiga desa ini adalah Desa Ujung Said, Desa Empangau dan Desa Teluk Aur.

Dan ternyata, desa desa ini mulai memanen hasil. Khususnya Desa Empangau yang telah berhasil menanen anakan siluk alam dari induk induk yang telah dilepaskan beberapa tahun lalu. Dan ternyata anakan alam, lebih mahal 500.000 dari anakan hasil penangkaran. Tentu hasil yang cukup menggiurkan. Dan disinilah peran aturan adat dan perlindungan pemerintah diperlukan untuk menjamin penangkapan berlebihan tidak kembali terjadi.

RCH






Sumber Daya Untuk Siapa

Konflik pengelolaan sumber daya alam antara pemerintah dan masyarakat dalam beberapa dekade ini menyebabkan berbagai pengaruh pada pengelolaan sumebr daya itu sendiri. Pengelolaan hutan-pun tidak luput.

Konflik pengelolaan sumber daya tidak hanya terjadi antara masyarakat dan pemerinah, tetapi berkembang menjadi konflik antara masyarakat dan kelompok pengusaha bahkan menjadi konflik horizontal antara masyarakat. Baik satu etnis maupun antar etnis. 

Seringkali konflik horizontal antar masyarakat berwujud konflik berdarah yang mengorbankan jiwa. Menyebabkan pembakaran ataupun pengusiran kelompok tertentu. Sementara itu, kelompok lain memandangkan dengan lebih sederhana sebagai sekedar pertengkaran sepele antar anak muda yang berebut jogetan dangdut.

 Mari kita tilik catatan yang disusun LATIN, sebuah LSM Indonesia tentang konflik sumber daya alam kurun waktu 1990 - 1996
 
Sumber Konflik
  Jumlah Kasus
  Jenis Konflik
  Pelaku Konflik
  HPH
  8741
Pembakaran areal, tumpang tindih status lahan, konflik sosial  
>
Perusahaan, masyarakat lokal dan pemerintah pusat/daerah
HTI
 
  5757
Perubahan status penggunaan kawasan, mark-up dana reboisasi, konflik sosial
Perusahaan, masyarakat lokal dan pemerintah pusat/daerah
   Perhutani
 
  3097
Pencurian kayu, penjarahan lahan dan jati, penyerangan petugas
Perhutani, masyarakat lokal dan komplotan pencuri
Tanah
 
  1492
Sengeketa lahan dan tanah, penyalahgunaan HGU
BPN, masyarakat, pemda dan perusahaan swasta
  Taman Nasional
 
  1492
Penebangan liar, tumpang tindih status lahan, perladangan liar dan penjarahan
Masyarakat lokal, taman nasional dan PKA
  Perkebunan
 
  405
Penjarahan hasil kebun, dan penyerobotan lahan masyarakat
Perusahaan negara, perusahaan swasta dan masyarakat lokal
  Etnis
 
  331
Perang antar etnis, penyinkiran etnis, konflik sosial antara pendatang dan penduduk asli
Berbagai macam kelompok etnis, perusahaan dan pemerintah
Sumber : Pusdokinfo Dephutbun diolah oleh LATIN. 

Sungguh mengerikan, dalam kurun waktu hanya enam tahun saja telah tercatat 21.315 konflik. Dan konflik horizontal antar etnis mencapai 331 kasus atau 55 kasus setia tahunnya.

Selain konflik diatas, dampak lingkungan juga terjadi dan dirasakan oleh masyarakat, swasta dan juga pemerintah. Semua pihak merasakan akibatnya. Dan tentunya masyarakat yang paling menderita.  

Apa yang harus dilakukan untuk meminimalisir ?

Yang paling utama, stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan sumber daya di Indonesia harus menetapkan dan memilki tujuan bersama. Tujuan yang bukan sekedar "list service". Tujuan yang manis namun berbisa. 
Pemerintah dalam menyusun rencana tata ruangnya, harus memperhatikan hak dan kebutuhan masyarakat. Bukan hanya menyusun rencana tataruang diatas kertas, tetapi secara bertanggung jawab mendengarkan dan memperhatikan apa yang diperlukan masyarakat. Dan menyediakan kebijakan yang memberikan ruang bahkan melindungi hak hak pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat. Khususnya pengelolaan sumber daya alam yang tidak berorientasi provit. Tetapi pengelolaan yang adil dan lestari.

Sedangkan masyarakat, dalam mengelola sumber daya alam tentunya harus memperhatikan seberapa besar atau seberapa kecil ketersediaan sumber daya alam, yang kemudian akan menentukan seberapa jauh penggunaan saat ini untuk memberikan kepastian cadangan sumber daya bagi masa depan.

Bagaimana dengan bisnis. Mungkin sudah saatnya bisnis tidak berorientasi pada provit. Seperti yang sedang tren dalam bisnis teknologi informasi, dengan Linux sebagai pelopornya. Tanpa menetapkan harga kepada konsumen, tetapi bisnis Linux berkembang pesat. Atau google dengan mesin pencari paling top tetapi tanpa iklan di layar utama.
Mungkinkan ? Kenapa tidak.

RCH,